Re+view Session 04 with Ismiaji Cahyono (Desain Grafis Indonesia)

Ditulis oleh: Helena Calista
Disunting oleh: Brian Alvin Hananto, S.Sn., M.Ds.

Re+view session 4 kembali hadir pada hari jumat 26 Maret 2021 yang diramaikan oleh Bapak Ismiaji Cahyono dari DGI. Re+view session kali ini menjadi sesi review terakhir yang telah dipersiapkan oleh DG UPH.

Setelah Re+view session 3 yang diadakan seminggu sebelumnya dengan Thinking*Room, Re+View sesi yang terakhir ini dimoderasi oleh Ibu Dr. Lala Palupi Santyaputri. “Mengapa perlu memahami desain grafis masa lalu?” pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Ismiaji sebagai pengantar untuk membuka presentasinya sebelum Beliau membahas perjalanan dan menunjukan arsip dari Desain Grafis Indonesia.

Pada sesi pertama, terdapat karya-karya , Tipografi Eksperimental, Studio Utama 3 dan tugas akhir Mahasiswa DG UPH yang terpilih. Pak Ismiaji menekankan bahwa hal-hal yang akan dibahas adalah nilai-niali dan konsep dari karya desain yang telah dirangkai oleh mahasiswa.

“Bagaimana visual menerjemahkan ide, dan menyampaikannya secara menarik dan komunikatif”

Japiong dan The Canine Compendium, karya Jesslyn Kotandi, menjadi dua karya pertama yang dibahas oleh Pak Ismiaji. Untuk karya Jaipong, eksplorasi sangat disarankan karena menurutnya, masih banyak potensi dari konsep yang bisa digali dan dikembangkan untuk mencapai karya desain yang lebih sempurna. Dilanjutkan dengan proyek pribadi yang dirancang Jesslyn, Pak Ismiaji menegaskan bahwa setiap desain harus punya purpose.

Diskusi Bpk. Ismiaji Cahyono, Bu Lala Palupi Santyaputri, dan Jesslyn Kotandi dalam Re+View Session 04.

Sebagai desainer kita harus berani untuk melakukan kesalahan, karena dari situ kita akan belajar lebih lagi. Dari karya Poster karya Tiffany Wong, Pak Ismiaji mengingatkan bahwa riset adalah suatu proses penting dalam merancang suatu karya desain.

Sesi review yang dibawakan sangat interaktif karena perancang karya desain bisa secara langsung berdiskusi lebih dalam dengan Bapak Ismiaji. Beliau memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif dan saran yang membangun bagi para mahasiswa DG UPH yang karyanya terpilih. Menurut Pak Ismiaji, Anak Rimba (Shella Subagia) dan Song of Songs (Felicia Kristella) memiliki potensi besar dan telah tereksekusi dengan sangat baik meskipun kedua karya harus diselesaikan saat masa pandemi.

Diskusi Bpk. Ismiaji Cahyono, Bu Lala Palupi Santyaputri, dan Shella Subagia dalam Re+View Session 04.

Sesi review diakhiri dengan sesi Q&A di mana narasumber menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh mahasiswa dan dosen UPH. Menurut Bapak Ismiaji, sebagai desainer, kita juga harus berani memperkenalkan ‘desain yang baik’ pada klien.

Pada Re+view session yang terakhir, Bapak Ismiaji dapat menyampaikan informasi dengan sangat baik, sehingga peserta acara mendapatkan insight yang sangat bermanfaat kedepannya untuk peserta acara yang hadir dalam sesi ini.


Lihat Re+View Session 4:

Typolog 2021 Webinar 2: Forging Your Own Design Path

Tulisan oleh Helena Calista, disunting oleh Brian A. Hananto.

Kamis, 25 Maret 2021, DG UPH kembali melanjutkan webinar ke-dua Typolog yang dibawakan oleh Bapak Gumpita Rahayu, seorang desainer huruf. Setelah webinar yang pertama dimoderasi oleh Bapak Alfiansyah Zulkarnain, S.Sn, M.Ds. dan Ibu Dr. Lala Palupi Santyaputri, S.Sn., M.Si. pada tanggal 25 Februari 2021, webinar kali ini kami mengundang kembali Bapak Alfiansyah Zulkarnain, S.Sn, M.Ds. dan Bapak Christo Wahyudi Rahardjo, S.Sn. untuk menjadi moderator.

Webinar kali ini terbagi menjadi 3 sesi, dimana sesi yang pertama Pak Gumpita memulai dengan menceritakan tentang keraguan yang dialami dalam karir yang akan dijalaninnya. Menurutnya, menjadi seorang type designer menjadi penebusan dari perjalanan kuliah yang telah dilewati.

“Saya meragukan tipografi, karena pada saat itu saya tidak lulus mata kuliah itu, namun itu menjadi batu loncatan saya untuk menjadi lebih baik lagi dalam karir”

“What kind of designer am I?”, pertanyaan reflektif yang dimulai oleh Pak Gumpita sebelum memberikan materi mengenai bagaimana caranya kita, sebagai mahasiswa desain, menentukan karir kita kedepannya. Mengusasai dan belajar dari basic, menguasai/mengenali software, menggunakan cara yang biasa kita pakai dan learning by doing merupakan beberapa hal yang Pak Gumpita pelajari dalam karirnya seiring berjalannya waktu.

“Kita bisa karena terbiasa”

Pak Gumpita kemudian menceritakan journey pekerjaannya dari tahun 2009 – sampai hari ini. Knowledge, networking, discipline, dan experience merupakan 4 hal yang ditegaskan oleh Pak Gumpita. Beliau juga mengingatkan bahwa kita harus mempunyai suatu komitmen dan disiplin dalam apa yang kita tekuni sekarang ini.

“You create your own path”

Setelah sesi webinar, dilanjutkan dengan sesi Q&A di mana pada kesempatan ini, Bapak Gumpita menjawab pertanyaan seputar perancangan portfolio, membuat typeface sesuai konsep, dan lain sebagainya. Banyak sekali diskusi-diskusi menarik yang disampaikan dan tentunya bermanfaat untuk mahasiswa DG UPH dan peserta lainnya.

Re+View Session 03 with Eric Widjaja, Ira Carella, Ritter Willy Putra and Bram P. Yoshugi from THINKING*ROOM

Tulisan oleh Helena Calista, disunting oleh Brian A. Hananto.

Pada hari Jumat, 19 Maret 2021, DG UPH kembali hadir untuk melanjutkan sesi Re+view yang ketiga. Re+View kali ini bisa dibilang lebih meriah, karena kami kedatangan 4 narasumber dari Thinking*Room.

Setelah kedua sesi yang dilakukan sebelumnya pada hari Jumat 5 Maret 2021 dan Rabu 10 Maret 2021, sesi ke tiga pada Re+View kali ini, dimoderasi oleh Bapak Alfiansyah Zulkarnain, S.Sn., M.Ds. dan Bapak Drs. Winoto Usman.

Acara Re+View terbagi menjadi tiga sesi, yaitu sesi review, sesi diskusi dan sesi QnA. Pada sesi pertama diisi dengan membahas karya-karya mahasiswa DG UPH yang terpilih. Karya-karya tersebut meliptui hasil dari mata kuliah Studio Utama 1, Studio Utama 2, Studio Utama 3, dan juga ada beberapa karya desain packaging untuk ASPAC (Asian Student Packaging Design Competition).

Karya pertama yang dibahas adalah karya desain dari sebuah rebranding logo dari pameran pengrajin terbesar di Indonesia, yaitu INACRAFT. Eric Widjaja mengingatkan kembali bahwa sebuah desain itu relatif, sehingga tidak ada yang benar atau salah. Namun ketika kita sudah membahas mengenai suatu budaya atau heritage, hal tersebut akan jauh lebih menarik ketika kita dapat menanamkan unsur traditional tersebut namun dalam cara yang lebih kontemporer.

Saran yang diberikan oleh Eric Widjaja, adalah untuk menghindari suatu hal yang bersifat cliché. Sebagai mahasiswa desain grafis sudah seharusnya kita bereksplorasi seluas dan sejauh mungkin dan keluar dari zona nyaman.

Eric Widjaja membahas Karya-karya Studio Utama 2 Mahasiswa-mahasiswi DG UPH (Dokumentasi oleh Billy Alexander).

Petak Enam (Jesslyn Kotandi), Tulaboocha (Tiffany Wong), Story of the moon dan (Medelyn) adalah karya yang selanjutnya dibahas oleh Ritter Willy Putra. “Every picture should tell a story”. Ritter Willy Putra ingin mengutarakan bagaimana untuk menangkap sebuah momen yang dapat menyampaikan emosi yang hidup dalam gambar tersebut. “Know when to stop, learn how to let go”. Untuk tetap menjaga ke-khasan dari diri kita sendiri juga menjadi poin yang dibahas oleh kedua moderator setelah mendengar pembahasan yang disampaikan oleh Ritter Willy Putra.

Ira Carella selanjutnya membahas karya dari Helena Calista dan Lorentius Calvin. “Sebagai desainer grafis, kita tidak hanya mementingkan grafisnya saja, tetapi juga harus memikirkan aspek lainnya”. Ira Carella juga menegaskan bahwa juga kita harus mengerti dengan baik bagaimana konsumen akan menggunakan produk kita.

Choose What Is Essential” menjadi suatu yang dibahas oleh Bram P. Yoshugi saat membahas karya yang berjudul Pollution and Me (Yehezkiel), setelah itu Bram juga melanjutkan pembahasannya dengan karya The Physical Universe (Tiffany Wong).

Setelah membahas 8 karya, Thinking*Room memberikan ringkasan bahwa, yang pertama kita sebagai desainer harus tau tujuan dari desain yang sedang kita rancang, karena hal tersebut dapat membuat suatu desain menjadi lebih efektif. Kedua, kita harus dapat push boundries tanpa melupakan poin yang pertama, dan yang terakhir adalah untuk tahu kapan harus berhenti, mana hal-hal yang harus dikeep dan mana yang harus di lepas.

Setelah sesi Review, dilanjutkan dengan sesi diskusi antara Thinking*Room dan beberapa mahasiswa yang karyanya telah dibahas. Pada kesempatan ini mahasiswa diperbolehkan untuk bertanya dan berdiskusi secara langsung dengan pembicara. Merupakan kesempatan yang berharga, untuk langsung bertanya dengan tokoh-tokoh yang sudah lama berpengalaman dalam industri desain

Setelah sesi review dan diskusi, terdapat sesi Q&A dimana peserta acara diperbolehkan untuk bertanya baik pandangan tentang desain itu sendiri ataupun keresahan yang dirasakan dalam bidang ini.

Setelah melakukan banyak diskusi bersama Thinking*Room, banyak sekali informasi baru yang bisa aku dapati dan pelajari, penjelasan yg disajikan dari Thinking*Room pun juga sangat membangun mahasiswa DG UPH. Menjadi suatu kehormatan bagi para mahasiswa DG UPH yang karyanya bisa direview oleh Thinking*Room.


Lihat Re+View Session 03:

Re+view Session 02 with Danis Sie (Sciencewerk)

Pada hari Rabu, 10 Maret 2021, DG UPH melanjutkan sesi Re+view yang kedua, yang kali ini mengundang Danis Sie sebagai founder dari Sciencewerk.

Re+View Session 02 merupakan sesi review kedua, setelah sesi pertama yang dilakukan pada hari Jumat, 5 Maret 2021. Kegiatan kedua kali ini dimoderasi oleh Alfiansyah Zulkarnain, S.Sn., M.Ds. dan juga Ade Maradhona Shantio Wijaya, S.Sn..

Dalam sesi malam ini, terdapat berbagai karya mahasiswa-mahasiswi DG UPH yang sempat dibahas oleh Danis Sie. Karya-karya yang dibahas pun beragam, mulai dari karya Studio Utama 1, karya Studio Utama 2, dan juga karya Studio Utama 3.

Pembahasan Karya-karya Studio Utama 1 DG UPH, yaitu latihan simulasi perancangan “World Wildlife Day”.

Dari enam karya mahasiswa-mahasiswi Studio Utama 1, beberapa hal dibahas oleh Danis Sie terkait eksplorasi dan juga craftsmanship yang dibuat. Namun Danis Sie mengomentari mengenai ‘kejelasan’ dari karya-karya tersebut. “Kalau misalnya saya mendapat brief seperti ini, mungkin solusinya simple-simple saja.” Hal ini digunakan untuk mencapai visual yang strong karena informasi yang disampaikan dapat fokus.

Pembahasan Karya-karya Studio Utama 2 DG UPH, mengenai Simulasi Perancangan International School of Design UPH
Pembahasan Review Karya-karya Studio Utama 3 “Get To Yu” Sebuah Perancangan Visual Identity dan Packaging Design dari Produk Makanan Inovasi

Setelah sesi review, dibuka sesi diskusi antara para mahasiswa-mahasiswi yang karyanya dibahas dan Danis Sie untuk membahas dan menggali lebih lanjut proses review. Salah satu diskusi adalah bersama Kelvin, mahasiswa DG UPH yang merancang “Get To Yu“. Kelvin menanyakan kepada Danis Sie mengenai cara perancangan maskot untuk brand yang efektif. “Kita biasanya kalau membuat maskot, kita membuat universenya terlebih dahulu.” Dengan memperhatikan storyline dan dunia dimana maskot itu berada, maka hal-hal mendetail mengenai maskot tersebut dapat dibangun.

Diskusi antara Kelvin (Mahasiswa DG UPH) dan Danis Sie Mengenai Perancangan Maskot Get To Yu

Setelah sesi review, terdapat sesi Q&A dimana terdapat beberapa pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa dan juga dosen UPH kepada Danis Sie.

Sesi Re+View Session 02 berlangsung dengan lancar; dimana banyak diskusi-diskusi santai yang informatif bersama Danis Sie. DG UPH percaya bahwa sharing yang disampaikan oleh Danis Sie tidak hanya berguna bagi mahasiswa-mahasiswi yang karyanya dibahas, namun juga orang-orang yang ikut pada kegiatan pada malam hari itu, karena ada banyak hal-hal praktis yang bisa dipelajari dan juga diimplementasikan lebih lagi.

Terima kasih Pak Danis atas sharingnya!


Lihat Re+View Session 02 pada:

Kuliah Umum dengan UNITHREE

Selasa, 9 Maret 2021, kelas Studio Utama 2 kedatangan Calvin Sudihman dan Andrew Lim dari UNITHREE. Calvin sendiri merupakan alumni dari DKV UPH angkatan 2008. Jadi kuliah umum dengan UNITHREE ini sendiri menjadi lebih dari kuliah umum biasanya karena merupakan sesi sharing dari alumni.

Dalam minggu kesembilan perkuliahan, Studio Utama 2 kedatangan tamu dari UNITHREE untuk memberikan kuliah tamu pada kelas. Setelah UTS ini, pembahasan dalam Studio Utama 2 sampai pada pembahasan mengenai comprehensive visual identity system untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki brand architecture. Hal ini tentu menjadi hal yang menantang bagi mahasiswa-mahasiswi yang baru saja mempelajari mengenai perancangan visual identity. Untuk memberikan gambaran lebih konkret mengenai perancangan identitas visual kepada rangkaian brand, UNITHREE menawarkan diri untuk membantu membagikan pengalaman mereka dalam merancang identitas visual untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki berbagai anak perusahaan.

Dalam kuliah tamu yang casual ini, pembahasan study case yang berbalut cerita-cerita membantu membuat perkuliahan terasa santai dan bisa dipahami oleh mahasiswa-mahasiswi yang mengikuti kuliah tamu di Studio Utama 2.

Dokumentasi Bersama Studio Utama 2 dengan UNITHREE (Image Credit: Jennifer Claudy)

Thank you Calvin & Andrew untuk sharingnya!

Re+View Session 01 with Andi Rahmat (NUSAE)

Jumat, 5 Maret 2021, DG UPH mengadakan bincang-bincang dengan Andi Rahmat dari NUSAE. Perbincangan DG UPH dengan Andi Rahmat dilakukan pada acara Re+View Session 01, yang merupakan bagian dari rangkaian acara Re+View.

Re+View Session 01 dimoderasi oleh Alfianysah Zulkarnain, S.Sn., M.Ds., dan Ferdinand Indrajaya, S.Sn., M.Hum.. Keduanya merupakan dosen dari Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Pelita Harapan (DKV UPH) yang juga mengajar pada peminatan DG UPH.

Sesi malam itu terbagi menjadi tiga sesi, dimana sesi pertama membahas mengenai pandangan (view) dari Andi Rahmat dan NUSAE. Pada sesi tersebut, Andi Rahmat menceritakan rekam jejak portfolio dari NUSAE kepada para peserta Re+View.

Sesi selanjutnya merupakan sesi bertukar pikiran dengan membahas karya-karya mahasiswa DG UPH. Dua karya mahasiswa yang dibahas pada malam hari itu adalah karya dari Natasha Christina Gondo dan juga Billy Alexander. Karya Natasha yang dibahas adalah karya work in progress (WIP) yang ia angkat sebagai proyek akhirnya, sedangkan karya Billy yang dibahas adalah karya desain yang ia buat untuk mengikuti sayembara.

Proses Review proyek Natasha Christina Gondo oleh Andi Rahmat (NUSAE)
Proses Review Billy Alexander oleh Andi Rahmat (NUSAE)

Dalam sesi review tersebut, Andi Rahmat menegaskan pentingnya hal-hal yang fundamental dalam mengerjakan sebuah proyek desain, seperti melakukan proses pencarian ide yang komprehensif, sampai menghadirkan presentasi karya yang baik.

Andi Rahmat juga membahas mengenai kegiatan-kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilakukan dosen dan juga mahasiswa DKV UPH yang dituangkan dalam buku ‘Insight-Outsight‘.

“Saya rasa ini sangat menarik sekali bagaimana mahasiswa disadarkan untuk punya tanggung jawab bagi lingkungan dan sosial, bahwa kita hadir juga (perlu) bertanggung jawab bagi lingkungan sekitar kita untuk membantu.”

Sesi ketiga dari perbincangan malam hari itu adalah sesi Q&A, dimana Andi Rahmat menjelaskan lebih mendetail lagi beberapa pandangannya mengenai desain kepada para peserta yang datang pada malam hari itu.

Diskusi malam itu ditutup oleh konklusi dari Ferdinand Indrajaya selaku moderator. Ia mengungkapkan, “Kebanyakan mahasiswa jaman sekarang itu melihat desain sebagai obyek instrumental, yang bisa dieksploitasi dan dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga saya bisa hidup dari desain. Sedangkan yang dijalankan Pak Andi, bukan hanya hidup dari desain, tapi juga untuk desain.”

Tentunya apa yang disampaikan oleh Ferdinand disampaikan bukan hanya berasal dari apa yang diucapkan, namun juga dari apa yang memang telah dirancang oleh Andi Rahmat dan juga NUSAE: bahwa design matters.

Thank you Pak Andi atas diskusi yang menarik sekali pada Re+View!


Lihat Re+View Session 01 pada: